Sebuah buku menarik untuk dibaca dan jadi bahan intropeksi diri, sayang sekali dilewatkan. Buku ini hadir untuk menyindir kita sebagai para manusia yang sekarang sering terlupa atas apa yang Tuhan berikan. Ibada wajib sering dilakukan secara kilat, seolah-olah ibadah yang terpenting adalah dilakukan tak peduli salah atau benar, khusyu atau tidak, dan yang utama ikhlas atau tidak.
Dalam buku ini, penulis menyindir kita semua yang lebih menyibukkan diri pada urusan duniawi saja, pada halaman 4-7:
-Ketika ada sms, kita bergegas membaca dan mmebalasnya, tetapi mengapa ketika Tuhan memangil-manggil untuk menghadap-Nya, kita bergitu berani untuk menundanya?
-Ketika bos memanggil, betapa takutnya kita, sehingga cengan cepat kita menghadapnya. Namun ketika panggilan Tuhan berkumandang, betapa berani dan lamanya kita untuk menghadap-Nya. Padahal yang memanggil kita adalah Tuhannya bos, Atasannya atasan.
-Betapa manusia begitu pelit kepada Tuhan, Untuk bersedekah, kita menyisihkan harta. Kita begitu boros pada dunia, tetapi untuk bekal kehiduan abadi, malah kita tabung harta yang tersisih.
-Betapa murahnya angka satu juta ketika shopping, tetapi ketika ada kotak amal dan pengemis, berapa uang yang kita ambil dari dompet?
-Berapa waktu pagi yang kita habiskan untuk membaca koran? Kemudian bandingkan berapa waktu yang kita habiskan untuk membaca Surat Cinta dari Tuhan (Al Quran)?
-Betapa semangatnya kita duduk di barisan depan ketika menonton pertandingan atau konser musik, tetapi mengapa ketika sholat berjamaah, kita lebih memilih shaf terbelakang?
Tidakkah kita tersindir dengan kalimat dalam buku tersebut?
-Ketika ada sms, kita bergegas membaca dan mmebalasnya, tetapi mengapa ketika Tuhan memangil-manggil untuk menghadap-Nya, kita bergitu berani untuk menundanya?
-Ketika bos memanggil, betapa takutnya kita, sehingga cengan cepat kita menghadapnya. Namun ketika panggilan Tuhan berkumandang, betapa berani dan lamanya kita untuk menghadap-Nya. Padahal yang memanggil kita adalah Tuhannya bos, Atasannya atasan.
-Betapa manusia begitu pelit kepada Tuhan, Untuk bersedekah, kita menyisihkan harta. Kita begitu boros pada dunia, tetapi untuk bekal kehiduan abadi, malah kita tabung harta yang tersisih.
-Betapa murahnya angka satu juta ketika shopping, tetapi ketika ada kotak amal dan pengemis, berapa uang yang kita ambil dari dompet?
-Berapa waktu pagi yang kita habiskan untuk membaca koran? Kemudian bandingkan berapa waktu yang kita habiskan untuk membaca Surat Cinta dari Tuhan (Al Quran)?
-Betapa semangatnya kita duduk di barisan depan ketika menonton pertandingan atau konser musik, tetapi mengapa ketika sholat berjamaah, kita lebih memilih shaf terbelakang?
Tidakkah kita tersindir dengan kalimat dalam buku tersebut?
Tuhan, harap maklumi kami, manusia-manusia yang begitu banyak kegiatan.
Kami benar-benar sibuk, sehingga kami amat kesulitan menyempatkan waktu untuk-Mu.
Tuhan, kami sangat sibuk. Jangankan berjamaah, bahkan munfarid pun kami tunda-tunda.
Jangankan rawatib, zikir, berdoa, tahajud, bahkan kewajiban-Mu yang lima waktu saja sudah sangat memberatkan kami.
Jangankan puasa Senin-Kamis, jangankan ayyaamul baith, jangankan puasa nabi Daud, bahkan puasa Ramadhan saja kami sering mengeluh.
.
Tuhan, maafkan kami, kebutuhan kami di dunia ini masih sangatlah banyak, sehingga kami sangat kesulitan menyisihkan sebagian harta untuk bekal kami di alam abadi-Mu.
Kami benar-benar sibuk, sehingga kami amat kesulitan menyempatkan waktu untuk-Mu.
Tuhan, kami sangat sibuk. Jangankan berjamaah, bahkan munfarid pun kami tunda-tunda.
Jangankan rawatib, zikir, berdoa, tahajud, bahkan kewajiban-Mu yang lima waktu saja sudah sangat memberatkan kami.
Jangankan puasa Senin-Kamis, jangankan ayyaamul baith, jangankan puasa nabi Daud, bahkan puasa Ramadhan saja kami sering mengeluh.
.
Tuhan, maafkan kami, kebutuhan kami di dunia ini masih sangatlah banyak, sehingga kami sangat kesulitan menyisihkan sebagian harta untuk bekal kami di alam abadi-Mu.
Jangankah sedekah, jangankan jariyah, bahkan mengeluarkan zakat yang wajib saja seringkali terlupa.
Tuhan, urusan-urusan dunia kami masih amatlah banyak. Jadwal kami masih amatlah padat. Kami amat kesulitan menyempatkan waktu untuk mencari bekal menghadap-Mu.
Kami masih belum bisa meluangkan waktu untuk khusyuk dalam rukuk, menyungkur sujud, menangis, mengiba, berdoa, dan mendekatkan jiwa sedekat mungkin dengan-Mu.
Tuhan, tolong, jangan dulu Engkau menyuruh Izrail untuk mengambil nyawa kami. Karena kami masih terlalu sibuk.
Tuhan maaf, kami orang-orang sibuk. Kami memang takut neraka, tetapi kami kesulitan mencari waktu untuk mengerjakan amalan yang dapat menjauhkan kami dari neraka-Mu. Kami memang berharap surga tapi kami hampir tak ada waktu untuk mencari bekal menuju surga-Mu.”
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang mengutamakan Allah di atas segalanya bukan menjadikan ibadah dari sisa waktu yang ada
No comments:
Post a Comment