Jangan menilai seseorang dari sampul atau penampilan luarnya saja. Hanya karena penampilan yang terkesan liar, punya kebiasaan buruk bukan berarti kita seenaknya saja menilai dan menghakimi orang . Mereka mungkin tampak kasar dan keras diluar, tapi mereka mungkin baik dan sensitif didalam, seperti buku tidak seharusnya dinilai dari sampul mereka, tapi apa yang ada didalamnya.
Ini seperti yang dialami teman saya dulu sebelum memutuskan menutup aurat atau berjilbab. Dulu ia sering sedih dan menangis, ingin marah dan berontak ketika teman-teman sekantornya sibuk berfitnah, menghakiminya sebagai perempuan liar, bejat, mandul, bukan perempuan baik-baik yang tidak pantas dicintai, tak layak dimiliki. Saat masih lajang, ia menjalani hari-harinya dengan bekerja untuk menyelesaikan pendidikan sarjananya, itu pun juga masih di barengi dengan berjualan baju, kosmetik, dsb, karena penghasilannya sebagai karyawan tidak mencukupi biaya kuliah dan hidup sehari-hari.
Kesan negatif muncul karena kebiasaan merokok sembunyi-sembunyi setelah diketahui lingkungan kerjanya, ditambah lagi dengan penampilannya yang suka memakai jeans belel sobek dilutut dan sexy. Teman sekantornya tidak tahu penyebab sebenarnya dari kebiasaan buruk ini. Dibalik penampilan luarnya, ia rajin sholat, rutin dzikir dan mengaji tiap hari, ramah dan supel, tidak pilih-pilih teman dalam bergaul, tidak pelit, senang membantu sesama, dan berbakti terhadap orang tuanya, karena itu banyak laki-laki yang menyukainya. Perlahan, Allahpun membuktikan dan membuka pandangan teman-temannya tentang siapa sesungguhnya sahabat karib saya tersebut. Ia bukan perempuan mandul, ia mendapat suami yang baik dan alim, dengan kehidupan ekonomi lancar. Sedangkan beberapa teman sekantornya yang dulu sibuk berfitnah, malah tidak punya keturunan dengan kehidupan rumah tangga yang berantakan.
Kisah diatas menjadi pelajaran berharga buat kita, orang mungkin tidak memiliki penampilan terbesar didunia, tetapi bisa jadi memiliki kepribadian seperti emas. Kita tidak berhak mengolok-olok, menyudutkan seseorang karena keluarga, masa lalu, dan berbagai hal lainnya. Atau hanya karena kita tidak mengenal mereka secara pribadi, tidak berarti harus menghakimi mereka dengan apa yang kita pikirkan. Mereka memiliki hak untuk berdiri dan mengatakan bahwa tidak ada yang harus menilai mereka jika orang yang menghakimi mereka tidak mengenal mereka. Dan kita bisa menghentikan diri kita sendiri ketika kita mulai untuk menilai, lalu bertanya kepada diri sendiri apakah kita benar-benar mengenal mereka dan apakah kita memiliki hak untuk menempatkan label pada kepala mereka, apakah diri kita memang sudah baik.
Untuk mendapat predikat baik, tidak harus menjadi seperti yang orang mau. Kita harus menjadi diri sendiri, bukan pura-pura menjadi orang lain agar bisa diterima masyarakat. Jangan mudah dimanipulasi oleh penampilan, apa yang kita anggap baik belum tentu bagus dimata Tuhan. Orang yang kita nilai rendah ilmu dan kedudukannya, bisa jadi malah tinggi dalam pandangan Allah. Jadi, jangan biarkan orang lain menilai anda sekehendak hati, jangan pula terburu-buru sibuk berprasangka. Bukankah ada saat dimana diri kita dinilai rendah oleh orang lain, semua dipergilirkan. Bila saat ini masyarakat masih menilai kita sebagai orang baik-baik, Yakinlah, ada saatnya Allah membuka aib hambaNya dengan caraNya sendiri. Mari belajar intropeksi diri, sebelum menghakimi orang lain, belajar perbaiki diri agar tidak menimbulkan prasangka. ( untuk sahabat )
No comments:
Post a Comment