Mengenang sejarah layaknya membuka lembaran lama yang berisikan jejak dan asal muasal sebuah nama, tokoh, lalu menjadi bentuk sebuah pelajaran, penghargaan dan kekaguman, terutama sejarah para ulama besar
Islam Indonesia. Jabatan sebagai imam dan khathib bukanlah jabatan yang mudah diperoleh. Jabatan ini hanya diperuntukkan orang-orang yang memiliki keilmuan yang tinggi, terlebih lagi untuk menjadi Imam Mesjidil Haram. Saat ini Indonesia memiliki banyak ulama besar yang pernah menjadi Imam mesjid di Mesjidil Haram. Dua tokoh ulama besar saya ulas di artikel ini
1. Akhmad Khatib Al-Minangkabawi Rahimahullah
Ulama besar Indonesia kelahiran Sumatera Barat, Senin, 6 Dzulhijjah 1276 H ( 1860 M) ini sempat
berguru dengan ulama terkemuka : Sayyid Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dan Syekh Muhammmad bin Sulaiman Hasbullah al-Makkiy. Bernama lengkap Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi, dikenal sebagai Mufti Mazhab Sayfi'i pada abad ke-19-20
Selain cerdas, dan menguasai ilmu fiqih, sejarah, aljabar, ilmu falak, geometeri, matematika, beliau dikenal sangat peduli terhadap kecerdasan umat, karenanya menjadi guru para ulama Indonesia di sana. Oleh masyarakat Koto Gadang, Abdullah diberi gelar Khatib Nagari kerana sering di tunjuk sebagai imam dan khatib, dan gelar ini pula akhirnya melekat dibelakang nama beliau hingga berlanjut pada keturunannnya
Menjadi Imam Besar pertama non Arab di Masjidil Haram
Ahmad Khatib yang wafat di Mekkah hari Senin 8 Jumadil Awal 1334 H (1916 M) ini, ada dua riwayat yang bertentangan mengenai pengangkatan beliau sebagai imam dan khatib di sana, Oleh Umar Abdul Jabbar menceritakan bahwa Syaikhul Ahmad Khatib Rahimullah diangkat menjadi imam dan khatib berkat jasa sang mertua Shalih Al Kurdi atas permintaanya kepada Syarif'Aunur Rafiq.
Pada riwayat kedua, Ustadz Hamka rahimahullah, menyebutkan cerita " suatu ketika dalam sebuah shalat berjama’ah yang diimami langsung Syarif ‘Aunur Rafiq. Di tengah shalat, ternyata ada bacaan imam yang salah, mengetahui itu Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah pun, yang ketika itu juga menjadi makmum, dengan beraninya membetulkan bacaan imam. Setelah usai shalat, Syarif ‘Aunur Rafiq bertanya siapa gerangan yang telah membenarkan bacaannya tadi. Lalu ditunjukkannya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah yang tak lain adalah menantu sahabat karibnya, Shalih Al Kurdi, yang terkenal dengan keshalihan dan kecerdasannya itu. Akhirnya Syarif ‘Aunur Rafiq mengangkat Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah sebagai imam dan khathib Masjid Al Haram untuk madzhab Syafi’i.
2.Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani, beliau adalah ulama kedua orang Indonesia yang menjadi imam Masjidil Haram. Pria kelahiran Serang 1813 dan wafat di Mekkah 1897 merupakan seorang intelektual yang sangat produktif menulis +115 kitab meliputi bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir dan hadis.
Bernama lengkap Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi, keturunan ke-12 dari Sultan Banten bernasab pada keturunan Maulana Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Dikampung Tanara kecamatan Tirtayasa tempat kelahiran beliau, terbiasa hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat, berkat didikan ayahnya seorang Ulama Banten ' Umar bin 'Arabi dan ibunya Zubaedah
Sebagai intelektual yang berkomitment tinggi terhadap prinsip keadilan dan kebenaran, gelora jihadnya sangat berkobar ketika menyaksikan masa kolonial Belanda bertindak sewenang-wenang menindas rakyat. Beliau yang menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme pada rakyat Indonesia ini, sempat dilarang berkhutbah di mesjid-
mesjid dan pernah dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda.
Sejak perlawanan Pangeran Diponegoro padam tahun 1830, Syaikh Nawawi terpaksa bermukim di Negri Mekah, memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Berkat kepiawaiannya dalam ilmu agama ( tauhid, fiqih, tafsir, tasawuf ), banyak para muridnya dari segala penjuru dunia berguru kepadanya. Nama beliau makin dikenal sejak ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil Haram, Syaikh Khâtib al-Minagkabawi. Sejak itulah dia dikenal dengan nama resmi Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi.’ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa
Semoga keteladanan beliau dan para ulama besar lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, melahirkan jiwa-jiwa baru untuk senantiasa kokoh dan berkomitment dalam kehidupan
Islami. Ulama selayaknya menjadi panutan dijaman serba gelisah, bukan menjadi fitnah bagi rakyat yang sudah lelah. Dari Sejarah Kita Belajar Tentang Masa Lalu. Semoga Berkenan