Di jaman yang serba canggih ini, Pernikahan tidak lagi dipandang sebagai lembaga sakral yang perlu di jaga dan dijunjung tinggi kehormatannya. Pernikahan seakan menjadi problema yang menakutkan bagi kaum wanita meskipun dari segi usia sudah mencukupi untuk menjalin hubungan yang serius
Perubahan prilaku, karir serta banyaknya pria yang tidak setia pada pasangan, lebih menjadi alasan utama bagi wanita untuk menghindari hubungan rumah tangga. Pola pikir wanita zaman dahulu, pernikahan merupakan gerbang awal kebahagiaan, paling tidak mereka tidak ingin di sebut ' wanita tidak laku' atau menikah karena ingin menjaga kehormatannya, meski mereka tahu pasti terhadap permasalahan yang akan dihadapinya setelah menikah.
Pendidikan
Pendidikan telah merubah harapan perempuan. Semakin tinggi pendidikan, pernikahan bukan lagi menjadi tujuan utama ketika usia sudah matang. Pemikiran yang semakin berkembang, serta akses karir yang melaju sukses, wanita-pun jadi hanyut dalam dunia yang membuat mereka bebas berekpresi tanpa harus tunduk pada aturan-aturan pola perkawinan.
Tidak Percaya dengan Pria
Begitu banyak cerita-cerita pilu yang dialami wanita ketika sudah menikah. Berita kekerasan rumah tangga yang sering mendominasi kaum hawa yang menimbulkan traumatis, membuat perempuan yang masih lajang, menghindari pernikahan. Toh bagi mereka, untuk apa menikah, jika hanya menjadi bulan-bulanan pria (diperlakukan semena-mena).Perempuan ingin menikah karena mereka butuh perlindungan dan rasa nyaman dari seorang laki-laki.
Ketidak-percayaan terhadap kaum adam yang sering melakukan perselingkuhan atau tidak setia pada pasangannya, juga maraknya poligami terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, lonjakan terhadap perceraian-pun semakin meningkat drastis. Tidak sedikit wanita berstatus istri lebih memilih menjadi janda, ketimbang mempertahankan perkawinan yang sudah kehilangan kehormatan dan tidak ada lagi rasa saling percaya. Perkawinan bukan lagi menjadi wadah untuk membina keluarga sakinah, alih-alih mendapat kebahagiaan, yang tersisa cuma penyesalan dan penderitaan. Trauma dari melihat perkawinan orang tua, sahabat atau siapapun orangnya, akibat lain yang membuat wanita tidak berani menikah. Mereka ketakutan jika kejadian yang sama akan menimpa kehidupannya.
Terlalu Mandiri
Perubahan struktur sosial yang didapat wanita mengenyam pendidikan tinggi dengan penghasilan diatas rata-rata, adalah alasan lain yang membuat wanita tidak ingin bergantung pada laki-laki. Kehidupan nyaman serta kebebasan dalam beraktivitas, wanita seakan tidak memrlukan lagi status sosial sebagai seorang istri/ibu. Memiliki anak serta mengurus suami, dipandang sebagai penghalang kebebasan. Kesenjangan ekonomi atau karena masalah ekonomi, sering mendominasi terjadinya wanita diperlakukan tidak adil. Entah alasan karena suami yang bekerja (mencari nafkah/uang), laki-laki seringkali tidak lagi perduli akan penghargaanya terhadap istri. Maka, berbondong-bondonglah wanita memilih perceraian daripada harus menunggu suami yang terlalu pelit dalam masalah keuangan
Pernikahan hendaknya disikapi sebagai lembaga sakral bukan semata-mata simbol. Perlunya komitment yang tinggi untuk menjaga perkawinan yang dilandasi moral dan iman yang baik, maka pernikahan bukan hal yang perlu dihindari. Rasa saling menghargai dan saling percaya, serta komunikasi yang lancar, paling tidak meminimalisir keributan dan hancurnya sebuah tumah tangga.
Kita semua butuh panutan, teladan dari siapapun juga. Sebab manusia sebagi mahluk sosial yang memiliki rasa simpati dan butuh keteladanan dalam menata kehidupan. Jika tatanan moral dan iman sudah hilang dari mereka-mereka yang dianggap perlu dihormati dan dijadikan teladan, niscaya punah sudah sikap saling menghargai. Kita memang tidak seharusnya berpatokan pada hukum/cara pandang manusia, tapi karena kita hidup bersosialisasi, maka kita butuh cara yang baik dan terhormat dari lingkungan sosial tersebut.
No comments:
Post a Comment