Friday, 30 October 2015

Malam Akan Berganti Fajar

Jelang Akhir Oktober 2015
Selalu ada sisi menarik setiap kali melewati kegelapan. Mungkin saat itu menyapa, layaknya berjalan dalam gelap namun bukan gelap yang sebenarnya. Seperti halnya diwaktu tak  bercahaya, seakan ada sinar membias warna.
Dan, setiap dari kita pasti pernah mengalaminya, dihujani berbagai kejutan-kejutan yang menyesakan dada, menghanyutkan.  Hingga periode antara gelap dan terang menjadi perjalanan waktu dari tulisan diri, untuk sebuah pengalaman, perbaikan atau malah jadi bahan tertawaan buat diri sendiri.

Buya Hamka pernah berpesan dalam salah satu tausyiahnya Pegangan Hidup
"Apabila orang gelisah pikirannyapun sudah tertumbuk , jalan untuk maju sudah tidak ada lagi. Padahal dalam kehidupan itu manusia tidak akan berjalan diatas jalan yang datar saja yang bertaburkan kembang. Kehidupan itu mendaki, menurun, melereng , berenang, melewati ombak dan gelombang.Itu pasti dalam hidup. Kusut , tak ada kusut yang tak selesai. Keruh, tak ada keruh yang tak jernih. Apabila pikiran kita telah susah lebih dulu maka gelaplah jalan yang akan kita tempuh kemuka dalam kehidupan ini."

Kesulitan disaat memulai menegakkan kebenaran, tegar ditengah gelombang kemaksiatan, kokoh ditengah arus kebohongan dan kepalsuan. seperti orang yang menggenggam bara api. Sisi kanan kiri depan belakang ikut menghantam, kalau bukan karena kasih sayang Allah dan iman yang menyelamatkan, bagaimana mungkin diri kita aman dari arus yang menghanyutkan. Terlalu banyak yang belum kita ketahui tentang hidup ini. Rahasia hidup layaknya sebuah rahasia hati yang tidak bisa diselami oleh akal pikiran, selain Allah.

Kita hanyalah pemain dari sebuah drama, menyusun berbagai kisah lalu menjalaninya, kemudian menutupnya dengan segala jenis ending, diatas taqdir-Nya. Mungkin tak lagi bisa dihitung dengan jari berapa kali kita harus menutup ending cerita menyedihkan. Berbenah diri adalah satunya jalan terbaik daripada menyalahkan keadaan, orang lain atau memojokkan diri sendiri. Akan ada waktunya malam berganti fajar, seiring datangnya mentari pagi. Bukankah setelah kesulitan akan ada kemudahan. Berpikirlah sejenak, bahwa semua ketentuan-Nya itu baik. Selagi masih ada waktu, kita masih punya harapan dan menitip doa agar bisa menyusun kisah kita dengan ending yang baik, indah dalam pandangan-Nya. Semoga

Saturday, 3 October 2015

Saat Kemarau Datang

Kemarau kali ini menggantung di persada bumi. Titik embun kini berganti asap, ranting sudah tak lagi rimbun, daun berguguran hingga mata air kering dimana-mana. Sinar mentari yang biasanya tampak merah merona kini ditutupi kabut asap dari hutan yang dibakar paksa oleh tangan-tangan yang sudah kehilangan rasa.
Berapa banyak  orang yang tersakiti karenanya (asap), kekeringan tak hanya menyengsarakan manusia, juga habitat disekitar kita.  jutaan asa terselip dari tiap doa, berharap hujan membasahi jiwa, kembali berdamai dengan bumi yang sudah penuh dosa.

Kemarau sering hadir berkepanjangan, akibat kita tak lagi ramah pada pemilikNya. Kemarau tak ubahnya seperti kita. Kering kerontang dari ilmu Allah, tandus  amal ibadah, gersang hati, dan mungkin saja isi dompetpun ikut di kemaraukan. Lalu, apalagi yang harus kita tuntut dari Allah, bila menjaga yang sedikit saja tidak bisa, Bumi yang seharusnya kita jaga sudah berbalik arah menjadi bumi yang menjagakan kita. Bumi yang memang miliknya sang pencipta, seakan kita yang memiliki bumi untuk di porakporandakan. Untung saja kita hidup di bumi dengan rata-rata ketinggian badan tak mencapai gunung dan pohon kelapa, hingga kita tak punya nyali mengatur langit dan menguasai belahan luar angkasa

Seperti sabarnya Allah menunggu kita bertobat, seperti itulah kita harus sabar mengharap kemarau cepat berganti. Hujan akan datang menghampiri pada waktu yang tepat, yang akan menyampaikan rindu kita terhadap bumi yang damai. Setiap musim selalu ada makna, biarkan saat kemarau datang kita jadi belajar bagaimana memakmurkan bumi, belajar menjaga airmata tidak menetes akibat dosa, belajar berbagi kasih agar jiwa tak lagi gersang, belajar bahwa Allah yang mengatur kita bukan sebaliknya. Kemarau adalah cermin kita, mari ber-intropeksi diri apakah kita sudah mengalami kemarau ilmu, kemarau hati, kemarau amal ibadah? Wallahualam. Saat kita yakin "Pasti Kemarau Pergi Berganti", semoga bersih pula hati kita dari gersang dan berdebu.